Again, Aku "Ditegur" Oleh Lisan Anakku


Life Of Opie - Tadi menguping percakapan rahasia antara fahri dan mujahid di dalam kamar nya:
fahri: "adek kenapa kalau shalat bacaan nya surat al-ikhlas melulu? nanti adek lupa loh sama surat yang lain"
Mujahid : "iyalah bang..biar cepat shalatnya. adek kan lihat orang-orang dewasa kalau shalat kayak gitu, gak lama-lama, pasti bacanya surat al-ikhlas"
jleb....adakah aku yang dimaksud "orang dewasa" itu??
*terkapar.........

Dua Tahun “Bye-Bye Office”


Life Of Opie - Tanggal 1 April 2014 yang lalu, genap dua tahun sudah saya resign dari kantor di sebuah BUMN, meninggalkan dunia karir, menjalani lembaran baru sebagai ibu yang tinggal di rumah atau ehm.. being a stay at home mom.

Apa kabar dunia?
Alhamdulillaah..TETEP ASYIIK.. ^^

Begitulah yang saya rasakan selama dua tahun ini.
Tidak ada rasa jenuh “hanya” berkutat dengan pekerjaan rumah tangga yang tak pernah habis, tanpa gaji bulanan, tanpa promosi dan cuti, serta kenaikan pangkat berkala.

Tidak ada rasa kangen dengan pekerjaan kantor, apalagi jika mengingat ketika sebelum dipindah dari Jakarta ke Bogor..wow, tiap hari gedubrakan mengejar bis jemputan, pulang hampir magrib bahkan pernah lepas Isya’. Belum lagi macetnya Jakarta sehingga terbuang banyak waktu di jalan. Itu sesudah menggunakan bis jemputan, sebelumnya even harder. Berangkat kantor pagi-pagi sekali sebelum matahari menampakkan wajahnya, sampai di rumah bisa dipastikan matahari sudah terbenam karena harus menunggu angkot. Mana di dalam bus belum pasti dapat tempat duduk, berdesak-desakan dengan penumpang lain, campur baur lawan jenis. Astaghfirullah.

Dilema lain adalah ketika mendapat tugas dinas luar kota, maka bisa dipastikan saya harus safar tanpa mahram.  Alhamdulillah sesudah menikah dan kemudian hamil diberkahi Allah kemudahan dengan mendapatkan atasan-atasan yang sangat pengertian, terutama dua atasan langsung. Saya bisa “jaga kandang” dan urusan dinas luar kota digantikan oleh rekan kerja lain. Pernah beberapa kali diminta untuk keluar kota, tapi ketika belum hamil saya beralasan “masih program pak”, dan ketika sudah hamil saya beralasan “sedang hamil pak” hehe.. *ngeles mode_on

Lain cerita ketika sudah pindah ke Bogor, dimana kantor saya dekat dengan rumah. Alhamdulillah proses mutasi berlangsung lancar sesudah saya memperjuangkannya selama setahun. Padahal sebelumnya sangat sulit karena “digondeli” sama atasan. Qodarullah atasan saya tersebut dimutasi. Kemudian berganti biro dan atasan. Digondeli lagi. Dan atasan (baru) saya dimutasi (lagi).  Lalu bergantilah atasan saya yang terakhir dan beliau mengizinkan, apalagi saat itu saya hamil. Qodarullah di kantor Bogor juga saya kenal dengan Administraturnya karena sebelumnya beliau bertugas di Jakarta dan memang membutuhkan orang hukum untuk membantu pekerjaan disana dimana banyak terjadi kasus sengketa.

Baru sebulan pindah kantor Bogor, saya melahirkan.
Baru bekerja setahun di Bogor, saya resign.

Heran, mungkin itu yang ada dalam pikiran atasan dan rekan kerja saya. Sudah enak-enak pindah di Bogor yang dekat dengan rumah kok minta resign.

Atasan saya di Bogor bahkan beberapa kali memanggil saya dan bilang agar saya mengurungkan niat. Namun ketika saya bilang ke beliau bahwa saya berniat untuk fokus mengurus keluarga dan sudah bertekad bulat maka beliau akhirnya mengizinkan. Apalagi istri beliau juga di rumah dan beliau pun jujur mengatakan lebih senang dan tenang jika istrinya di rumah merawat anak-anaknya.

Bukan hal mudah ketika akan mengajukan resign. Banyak hal bergelayut di kepala saya saat itu.

Bagaimana pemikiran kedua orangtua saya. Mereka sudah bersusah payah menyekolahkan dan membiayai keperluan saya hingga bekerja, tapi kemudian saya lepaskan kesempatan emas itu (untuk meraih kesempatan berlian in sya Allah).

Bagaimana pemikiran bapak dan ibu mertua, apa mereka tidak malu memiliki menantu yang hanya di rumah saja.

Bagaimana pemikiran orang-orang yang kerapkali memandang sebelah mata profesi ibu rumah tangga.

Bagaimana nanti kami akan memenuhi kebutuhan rumah tangga selanjutnya. Sementara suami masih sekolah lagi sehingga tidak ada pemasukan tambahan selain gaji pokok.

Bagaimana caranya kami akan memiliki sebuah rumah kalo penghasilan pas-pasan?

Bagaimana kalo nanti suami saya meninggal duluan? apa pegangan mata pencaharian saya?

Dan berbagai kalimat “bagaimana” lainnya.

Hingga kemudian saya merenung.. STOP BERANDAI-ANDAI, karena itu akan membuka celah perbuatan syetan.

:: Pantaskah saya mempertanyakan bagaimana saya memperoleh rizki, padahal Allah Maha Pemberi Rizki?

“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” [adz-Dzariyat/51:58]

“Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas” [al-Baqarah/2:212]

:: Pantaskah saya mempertanyakan mengenai rizki yang Allah sudah tetapkan bagiannya pada setiap hamba-Nya ?

Dari Abu ‘Abdir-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang yang benar lagi dibenarkan perkataannya), beliau bersabda,”Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya…”. (HR Bukhari Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga sempurna rizkinya. Meskipun (rizki itu) bergerak lamban. Maka, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram
(HR Ibnu Majah no. 2144, Ibnu Hibban no. 1084, 1085-Mawarid, al Hakim (II/4), dan Baihaqi (V/264), dari Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘anhuma. Dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah al Ahadits ash-Shahihah no. 2607)

Artinya, banyak sedikitnya rizki saya sudah ditetapkan oleh Allah hingga ajal menjemput nanti. Baik saya resign maupun tidak in sya Allah saya akan mendapatkan rizki yang sudah ditetapkan oleh Allah sesuai bagian saya, dari jalan manapun (yang halal, in sya Allah).

:: Lalu pertanyaan berikutnya tentang bagaimana kalo pasangan kita meninggal terlebih dahulu.  Bagaimana jika dibalik, bukan suami yang lebih dulu pergi tapi saya? bagaimana bakti saya kepada keluarga? apakah ada jaminan bahwa usia saya cukup panjang untuk dapat mengabdi pada keluarga? untuk melayani suami dan mendidik anak (-anak) saya?

Bagaimana pertanggungjawaban saya kelak ketika ditanya mengenai pengelolaan urusan rumah tangga?

“Setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. ” (HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701 dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Makna ra’in adalah seorang penjaga, yang diberi amanah, yang harus memegangi perkara yang dapat membaikkan amanah yang ada dalam penjagaannya. Ia dituntut untuk berlaku adil dan menunaikan perkara yang dapat memberi maslahat bagi apa yang diamanahkan kepadanya. (Al-Minhaj 12/417, Fathul Bari, 13/140).

Saya tidak menafikkan peran ibu bekerja pada rumah tangga masing-masing. As we know every mom has her own battle. Semua keluarga punya priotitas dan cerita masing-masing. Semua ibu in sya Allah berusaha yang terbaik untuk mengelola rumah tangganya, merawat keluarga dan suaminya. Believe me, been there as working mom.

Akan tetapi kalau ada pilihan lebih banyak waktu untuk merawat keluarga mengapa tidak saya ambil pilihan tersebut? Dan in sya Allah bagi saya dan suami akan lebih banyak maslahat daripada mudhorotnya (ini dalam kacamata keluarga kami ya).

Saya tidak lagi ikhtilath dengan lawan jenis di kantor yang bisa membuka celah fitnah.
Saya tidak lagi perlu safar tanpa mahrom. Silakan cek disini untuk hukum safar tanpa mahram bagi wanita.
Saya tidak lagi perlu risau jika ART tidak ada karena in sya Allah saya selalu stand by di rumah.
Saya tidak perlu ijin/cuti jika anak sakit atau ada hal darurat lain.
Saya bisa mendidik anak sesuai dengan garis besar haluan rumah tangga kami.
Saya lebih memahami perkembangan anak dari waktu ke waktu.
Suami lebih tenang karena istrinya di rumah.

Urusan rizki kami tawakal pada Allah.

Dan benarlah firman Allah,

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar”
[Ath-Thalaq : 2]

Sesudah proses resign, Allah memberkahi sesuatu yang tidak kami sangka sebelumnya, yaitu sebuah rumah. Sesuatu yang dalam perhitungan matematika kami sebagai manusia sangatlah sulit didapatkan, terlebih dengan adanya keinginan kami untuk menghindari riba dengan tidak meminjam ke bank melalui proses KPR. Seems imposible.

Tapi perhitungan Allah lain dengan hambaNya.  Dan prosesnya pun alhamdulillah lancar, walaupun penuh perjuangan yang cukup menguras waktu dan tenaga. Alhamdulillah, sesudah berjuang selama 4 tahun mencari kesana kemari dan mengumpulkan dana hingga titik saldo penghabisan. Tambah bersyukur lagi karena keinginan kami utk memiliki rumah dengan posisi hook dan dekat masjid dikabulkan Allah.

Dan hal lain yang beyond expectation adalah rizki dari jalan lain yang Allah berikan kepada keluarga kami dengan adanya online shop mainan edukatif kami, zeatoys. Dua bulan ini omzet yang kami dapat membuat saya kaget dan sangat bersyukur.

Alhamdulillah.
Allah mempertemukan kami dengan supplier handal.
Alhamdulillah.
Allah mempertemukan kami dengan loyal customer yang sering repeat order.
Alhamdulillah.
Allah mempertemukan kami dengan teman-teman reseller yang semakin lama jumlahnya semakin banyak yang bergabung, sehingga jumlah orderan pun semakin meningkat.

See? tidak perlu khawatir dan tidak perlu bersedih hati bagi hamba-hambaNya yang bertawakal kepada Allah.

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” [Ath-Thalaq : 3]

Mengenai masalah remeh temeh mengenai pandangan sebelah mata terhadap profesi ibu rumah tangga tidak perlu dirisaukan.

Seorang penyair Arab mengatakan

“Al Ummu Madrosatul Ula, Idzaa A’dadtaha A’dadta Sya’ban Khoirul ‘Irq”

(Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa berakar kebaikan)

sumber: https://ummuyusufabdurrahman.wordpress.com