Waspadai Bahaya Pornografi Pada Anak

Life Of Opie - Ayah ibu, para orangtua yang saya cintai, saat ini anak-anak kita sudah mengakses video yang tidak patut sedemikian rupa. Bahkan, jika anda pernah mendengar beritanya, beberapa bulan lalu terungkap peristiwa anak-anak SMP memproduksi sendiri video sejenis itu, secara berkelompok, tempatnya di sekolah.
Marilah kita menyadari bahwa dengan kecanggihan yang anak-anak kita miliki sekarang ini, kemungkinan besar anak-anak kita sudah pernah melihat video porno. Atas dasar dugaan itu, saya berfikir perlu mengajak anda, saudara saudara saya, walau kita mungkin berbeda suku bangsa dan agama, untuk segera memperhatikan anak-anak kita yang SMP ini. Tekanan dari teman dan tekanan rasa ingin tahu dari dalam diri mereka sendiri yang memang khas untuk usianya, serta hasrat yang luar biasa yang datang dari cairan kimia otak bernama Dopamin yang berproduksi ketika dia melihat pornografi pertama kali, akan mendorong anak kita secara alami untuk melihatnya lagi dan lagi dan lagi. Semakin lama, apa yang mereka ingin lihat bukanlah gambar yang sama, tetapi yang lebih meningkat dari itu.
Ayah ibu, ahli psikiatri Victor B Clein mengatakan bahwa tahapan orang melihat pornografi itu adalah sebagai berikut :
1.    Kecanduan: begitu melihat karena otak memproduksi Dopamin, yang membuat orang fokus, euphoria/ecstasy dan kecanduan
2.    Peningkatan: mau melihat yang lebih
3.    Disensitisasi: tidak tertarik lagi dan jadi tidak sensitif dengan gambar yang sama
4.    Acting Out sexually: Melakukan hubungan suami istri

Ayah ibu, anak-anak kita kan cuma pinjaman untuk kita besarkan, asuh, nikmati dan sewaktu-waktu harus dikembalikan pada pemiliknya. Dulu kita mendapatkannya bagus, utuh, apakah kita tidak malu memulangkannya ke penciptanya kelask, dalam keadaan bonyok ( jiwa ataupun otaknya). Jika mereka sudah melihat, bahkan terindikasi kecanduan pornografi, maka marilah kita bicara dengan mereka untuk mengarahkannya, mungkin juga memperbaiki atau menyempurnakan pikiran, sikap atau kebiasaannya ke arah yang lebih baik. (Elly Risman)
Saya terkesan dengan sebuah film yang pernah saya tonton. Film tersebut menceritakan tentang seorang anak yang tidak bersedia mendoakan ayahnya yang sedang sekarat, dengan alasan ia tidak memiliki hubungan emosional terhadap ayahnya.
Ayah yang selama 35 tahun kehidupannya, diketahuinya hanya sibuk bekerja dari pagi hingga malam hari. Ayah yang tidak tahu kapan ia memasuki usia remaja. Ayah yang tidak menghiburnya saat ia sedih. Ayah yang tidak mengetahui apa yang dialaminya saat merantau sendiri diluar kota yang jauh. Ayah yang tidak mengetahui betapa kerasnya kehidupan yang dialaminya pada saat tumbuh dewasa.
Kini, sang Ibu memintanya untuk mendoakan sang Ayah. Tapi hatinya tidak tergerak sedikitpun untuk memulai berdoa. Karena ia sendiri sulit sekali untuk mengingat pengalaman manis bersama ayahnya.

Petikan dialog dalam film tersebut begitu terpatri dalam benak saya:
“Dimana kamu, saat dulu aku membutuhkanmu?”
”Dimana kamu, saat dulu aku melewati masa-masa sulit dalam hidupku??”
***

Apakah bagian dari drama ini yang kita inginkan terjadi pada kehidupan kita nanti, wahai para Ayah? Apakah kita akan menunggu hingga pertanyaan-pertanyaan ini muncul dari mulut anak-anak kita pada saat mereka dewasa nanti?
Ketahuilah Ayah, anak tidak hanya membutuhkan pemenuhan materi semata.
Anak butuh orang yang membelanya saat ia diremehkan teman.
Anak butuh orang yang menghiburnya saat ia sedih.
Anak membutuhkan orang yang menepuk-nepuk pundaknya saat ia meraih juara.
Anak membutuhkan orang yang menepuk-nepuk tangannya saat ia gagal.
Anak membutuhkan orang yang memeluknya saat ia dikecewakan oleh kehidupan.
Kelak, akan tiba saatnya kita para ayah membutuhkan kehadiran anak-anak kita untuk bersedia membela, mendoakan dan memberi perhatian ketika kita sudah tidak sekuat masa muda. Jika kita tidak menyadarinya sekarang, tunggulah hingga semuanya sudah terlambat. Tunggulah sampai ia tak lagi membutuhkan kita. (afi/irm)

penulis : Elly Risman