Tampilkan postingan dengan label PARENTING. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PARENTING. Tampilkan semua postingan

Menjadi Ayah yang Dirindukan

Life Of Opie -
Menjadi Ayah yang Dirindukan
Karya Kiki Barkiah

Bahagiakah engkau wahai para ayah?
Ketika tangisan melepasmu mencari nafkah
Ditengah nafas terengah engah
Pergi tergesa di pagi yang cerah
Yang terkadang membuatmu harus menahan amarah

Tak perlu engkau merasa terbebankan
Akan tangisan ditengah kesibukan
Sebuah tangisan yang menggambarkan
Betapa engkau menjadi ayah yang dirindukan

Bahagiakah engkau wahai para ayah?
Ketika dering berbunyi dan konsentrasimu terpecah
Padahal sekedar celoteh dan obrolan tak berarah
Dari mulut-mulut mungil para bocah
Yang terkadang membuat waktu bekerjamu harus bertambah

Tak perlu engkau merasa ini membosankan
Membuang waktu mengejar deadline pekerjaan
Karena ini celotehan yang membuktikan
Betapa engkau menjadi ayah yang dirindukan

Bahagiakah engkau wahai para ayah?
Ketika pulang dengan menbawa sejuta lelah
Dan betapa engkau begitu ingin merebah
Tapi para bocah begitu banyak bertingkah
Yang terkadang membuat tenagamu begitu terperah

Tak perlu engkau hiasi malam dengan kekesalan
Merespon mereka yang mencari perhatian
Mereka hanya tak ingin engkau abaikan
Setelah engkau tinggalkan selama seharian
Karena engkau adalah ayah yang dirindukan

Maka tinggalkan sejenak telepon genggam
Simpan dan tinggalkan semua pekerjaan
Duduk sejenak mendengar kisah mereka seharian
Dengarkan semua keluhan saat mereka meminta pertolongan
Hiasi malam dengan pelukan dan ciuman
Agar engkau selalu menjadi ayah yang dirindukan

Sejenak....sejenak....sejenak saja dan takkan menghilangkan pengahasilan
Karena mereka sedang membangun kepercayaan
Untuk menjadikamu sebagai sosok teladan

Sejenak...sejenak...sejenak saja dan takkan menghancurkan kemapanan
Karena mereka tak hanya membutuhkan harta bulanan
Mereka menginginkanmu sebagai sebuah kesatuan
Lengkap melengkapi kedua peran pemberi perlindungan

Tidakkah kau ingin menjadi ayah yang dirindukan?
Yang kelak jasamu terkenang dalam ucapan doa harian
Yang kan menjadikan sebaik-baik simpanan
Dihari pengadilan saat engkau hanya berdiri sendirian

Wahai ayah... Lawanlah lelah tuk menjadi ayah yang dirindukan

Batujajar, Jawa Barat
Dari seorang ibu yang sedang menghadapi tingkah anak-anak yang merindukan ayahnya

Mari Bicara......

Life Of Opie - Mari bayangkan situasi ini. Suami baru pulang kerja dalam kondisi lelah. Masih menggerutu akibat macet di jalan yang kian tambah parah. Belum lagi, terbayang ultimatum dari atasan akan adanya pengurangan karyawan di perusahaan. Ditambah dengan kejadian kena tilang gara-gara ‘menjomblo’ sendirian dalam mobil ketika melintasi area three in one. Plus perut yang udah kayak ban motor. Seharian isinya angin doang hehe..Masih belum dramatik ya? Ok. Kita tambah. Pas di lampu merah dicolek bencong yang dandanannya bikin hilang nafsu makan. Diperparah lagi dengan isi dompet yang jika memandangnya seperti melihat batu nisan kekasih.yang tiada. Bercucuran air mata menatapnya. Kebayang kan suasana tragisnya?

Begitu tiba di rumah, ternyata istri menyambut dengan cemberut dan keluh kesah. Bukan dengan senyuman dan air kopi hangat. Ampasnya aja yang tersisa, rasa pahit hingga ke dada.. Tetiba istri memberikan sebuah surat dari sekolah yang kesekian kalinya tentang perilaku anak yang mencemaskan. Diembel-embeli kalimat pengantar “kita harus evaluasi anak-anak kita. Kapan mas bisa bicara?”. Duh Horor. Benar-benar menyeramkan. Ini lebih menakutkan daripada film Annabelle. Dan lebih memusingkan dibandingkan senandung cherrybelle.

Bagi sebagian lelaki, ajakan mengevaluasi pengasuhan anak dari istri ibarat hadirnya debt collector ke rumah untuk menagih utang dengan mengutus orang berbadan besar yang lingkar lengannya aja udah kayak bola dunia yang terpajang di lemari sekolah. Makin mencemaskan jika kondisi emosi suuami lagi gak nyaman dan pikiran kusut karena masalah kerjaan. Maka menjadi ‘patung’ sesaat dalam situasi tersebut adalah upaya penyelamatan diri segera. Suami hanya bisa diam. Seraya mengademkan hati dengan nonton TV atau main angry bird di HP. Istri makin kesal. Dianggap suami cuek sama urusan anak. Cuma mau ‘ngebuat’ aja. Gak ikut memelihara. Persis kayak dewa brahmana dalam ajaran Hindu yang sekedar mencipta. Urusan memelihara, itu tanggung jawab Wishnu, katanya.

Sebegitunya kah para lelaki? Apa betul mereka cuek dan tak peduli dengan urusan anak? Sehingga paling malas kalau diminta evaluasi masalah buah hati mereka? Tentu tidak. Bagi lelaki, menjadi ayah adalah impian tertinggi mereka. Ini lebih hebat dibandingkan jadi Superman, spiderman atau salesman ‪#‎ups‬. Bahkan lebih keren daripada pemeran sinetron ganteng ganteng serigala. Panggilan ‘ayah’, ‘papa’, ‘abi’ dan semisalnya dari seorang anak adalah senandung cinta paling indah yang begitu syahdu. Menjadikan diri mereka naik kelas tanpa perlu ngambil raport hehe..emangnya anak SD?. Maksudnya membuat diri mereka makin bernilai dan berharga. Terlebih jika anak yang hadir sesuai dengan harapan. Jika pernikahan tak menjadikan mereka ‘ayah’ tersebab anak yang dirindukan tak jua hadir, hidup terasa tak lengkap. Berbagai upaya akan dilakukan demi hadirnya buah hati. Sehingga sejatinya keberadaan anak sekaligus kebaikan dan segudang prestasinya adalah kebutuhan dasar bagi para lelaki.
Jadi, bukannya mereka menolak diri untuk mengevaluasi. Mereka hanya tak ingin harga diri mereka jatuh. Sebab, evaluasi yang dilakukan istri tentang anak mirip dengan hak angket anggota dewan kepada pemerintah. Intinya mempertanyakan dan mempersalahkan kebijakan mereka sebagai kepala keluarga. Ujung-ujungnya ‘impeachment’ dari istri dalam bentuk boikot urusan pelayanan domestik. Ini yang dikhawatirkan. Itulah kenapa cueknya mereka adalah upaya mengulur waktu. Syukur-syukur istri akhirnya menyerah dan melupakan. Dan akhirnya perilaku anak pun makin jauh dari harapan.
Maka, mengevaluasi anak-anak ke suami tidaklah salah. Wajib bahkan. Namun harus tau tekniknya. Agar suami secara sadar terlibat dalam pengasuhan. Tak perlu lah pakai gaya sindiran. Atau kode-kodean. Kecuali jika sang suami tercatat sebagai anggota intelijen. Paham bahasa kode-kodean. Meletakkan buku parenting di meja suami atau nge tag artikel pengasuhan ke Wall FB nya. Ini gak efektif. Suami merasa ditoyor dari belakang secara diam-diam. Egonya naik, pesan nya ditolak. Istri juga yang rugi.
Pakailah cara elegan yang disukai suami.

Caranya bagaimana? Hmmm kasih tau gak ya? *mendadak Alay* Kasih tau dong kakak hehe… Sebenarnya banyak cara untuk menaklukkan hati suami agar mau peduli dan siap mengevaluasi masalah anak. Salah satunya belajar dari kisah Ummu Sulaim. Ia harus menerima kenyataan pahit anaknya wafat di saat suami tak di rumah. Padahal ia tau, anak tersebut kebanggaan suaminya. Maka, ia pun mencari ide agar bisa menyampaikan pesan ‘pahit’ ini ke suaminya tanpa melukai perasaannya.Mulailah ia berdandan yang cantik layaknya bidadari. Seraya memasak makanan kesukaan suami. Ia tau, untuk menyampaikan kabar buruk maka senangkan hati suaminya dulu. Targetnya adalah meminimalisir penolakan dan reaksi negatif dari sang suami. Begitu suami sudah terpuaskan kebutuhan perut dan di ‘bawah perut’ nya, kabar duka itu pun disampaikan dengan cara santun. Dan ajaib. Suami menerima hal ini dengan lapang. Tidak sampai gebrak meja atau teriak lantang. Sebab, sejatinya ummu sulaim telah memberikan jamu yang pahit dengan campuran madu. Pahitnya tak terasa. Tersamarkan oleh manisnya madu.

Disinilah hikmahnya. Bahwa untuk mengajak suami mengevaluasi diri khususnya dalam pengasuhan harus tau kapan waktunya. Saat suami nyaman dan terpuaskan oleh istri maka, silahkan sampaikan. Kalau perlu sekalian minta tambahan uang belanja atau dibeliin galaxy S5 Tapi ingat, saat bicara pun tak boleh panjang kata. Lelaki biasanya tertarik dengan pembicaraan yang dimulai dengan 10 kata pertama. Setelah suami tertarik, maka lanjutkan ke pembicaraan inti. Lambat laun suami terbiasa untuk mengevaluasi diri bersama istri. Silahkan praktekkan.
Kesimpulannya, jadi suami sekaligus ayah harus mau mengevaluasi diri agar tujuan pengasuhan tercapai. Dan sebagai istri sekaligus ibu, pandai-pandailah berbicara kepada suami. Biasakan selalu dengan kalimat positif. Asal jangan bilang : aku positif HIV Ini mah bawa petaka namanya. Salam.


penulis : bendri jaisyurrahman (twitter : @ajobendri)

Waspadai Bahaya Pornografi Pada Anak

Life Of Opie - Ayah ibu, para orangtua yang saya cintai, saat ini anak-anak kita sudah mengakses video yang tidak patut sedemikian rupa. Bahkan, jika anda pernah mendengar beritanya, beberapa bulan lalu terungkap peristiwa anak-anak SMP memproduksi sendiri video sejenis itu, secara berkelompok, tempatnya di sekolah.
Marilah kita menyadari bahwa dengan kecanggihan yang anak-anak kita miliki sekarang ini, kemungkinan besar anak-anak kita sudah pernah melihat video porno. Atas dasar dugaan itu, saya berfikir perlu mengajak anda, saudara saudara saya, walau kita mungkin berbeda suku bangsa dan agama, untuk segera memperhatikan anak-anak kita yang SMP ini. Tekanan dari teman dan tekanan rasa ingin tahu dari dalam diri mereka sendiri yang memang khas untuk usianya, serta hasrat yang luar biasa yang datang dari cairan kimia otak bernama Dopamin yang berproduksi ketika dia melihat pornografi pertama kali, akan mendorong anak kita secara alami untuk melihatnya lagi dan lagi dan lagi. Semakin lama, apa yang mereka ingin lihat bukanlah gambar yang sama, tetapi yang lebih meningkat dari itu.
Ayah ibu, ahli psikiatri Victor B Clein mengatakan bahwa tahapan orang melihat pornografi itu adalah sebagai berikut :
1.    Kecanduan: begitu melihat karena otak memproduksi Dopamin, yang membuat orang fokus, euphoria/ecstasy dan kecanduan
2.    Peningkatan: mau melihat yang lebih
3.    Disensitisasi: tidak tertarik lagi dan jadi tidak sensitif dengan gambar yang sama
4.    Acting Out sexually: Melakukan hubungan suami istri

Ayah ibu, anak-anak kita kan cuma pinjaman untuk kita besarkan, asuh, nikmati dan sewaktu-waktu harus dikembalikan pada pemiliknya. Dulu kita mendapatkannya bagus, utuh, apakah kita tidak malu memulangkannya ke penciptanya kelask, dalam keadaan bonyok ( jiwa ataupun otaknya). Jika mereka sudah melihat, bahkan terindikasi kecanduan pornografi, maka marilah kita bicara dengan mereka untuk mengarahkannya, mungkin juga memperbaiki atau menyempurnakan pikiran, sikap atau kebiasaannya ke arah yang lebih baik. (Elly Risman)
Saya terkesan dengan sebuah film yang pernah saya tonton. Film tersebut menceritakan tentang seorang anak yang tidak bersedia mendoakan ayahnya yang sedang sekarat, dengan alasan ia tidak memiliki hubungan emosional terhadap ayahnya.
Ayah yang selama 35 tahun kehidupannya, diketahuinya hanya sibuk bekerja dari pagi hingga malam hari. Ayah yang tidak tahu kapan ia memasuki usia remaja. Ayah yang tidak menghiburnya saat ia sedih. Ayah yang tidak mengetahui apa yang dialaminya saat merantau sendiri diluar kota yang jauh. Ayah yang tidak mengetahui betapa kerasnya kehidupan yang dialaminya pada saat tumbuh dewasa.
Kini, sang Ibu memintanya untuk mendoakan sang Ayah. Tapi hatinya tidak tergerak sedikitpun untuk memulai berdoa. Karena ia sendiri sulit sekali untuk mengingat pengalaman manis bersama ayahnya.

Petikan dialog dalam film tersebut begitu terpatri dalam benak saya:
“Dimana kamu, saat dulu aku membutuhkanmu?”
”Dimana kamu, saat dulu aku melewati masa-masa sulit dalam hidupku??”
***

Apakah bagian dari drama ini yang kita inginkan terjadi pada kehidupan kita nanti, wahai para Ayah? Apakah kita akan menunggu hingga pertanyaan-pertanyaan ini muncul dari mulut anak-anak kita pada saat mereka dewasa nanti?
Ketahuilah Ayah, anak tidak hanya membutuhkan pemenuhan materi semata.
Anak butuh orang yang membelanya saat ia diremehkan teman.
Anak butuh orang yang menghiburnya saat ia sedih.
Anak membutuhkan orang yang menepuk-nepuk pundaknya saat ia meraih juara.
Anak membutuhkan orang yang menepuk-nepuk tangannya saat ia gagal.
Anak membutuhkan orang yang memeluknya saat ia dikecewakan oleh kehidupan.
Kelak, akan tiba saatnya kita para ayah membutuhkan kehadiran anak-anak kita untuk bersedia membela, mendoakan dan memberi perhatian ketika kita sudah tidak sekuat masa muda. Jika kita tidak menyadarinya sekarang, tunggulah hingga semuanya sudah terlambat. Tunggulah sampai ia tak lagi membutuhkan kita. (afi/irm)

penulis : Elly Risman

Karena Engkau Adalah Ayah

Life Of Opie - Karena engkau adalah ayah
Tanggung jawab di pundakmu begitu luar biasa
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar lelah mencari harta
Engkau tentukan masa depan keluarga
Jauh sebelum titik awal berumah tangga
Di tanah mana menyemai benih yang kau punya
Agar kelak memetik hasil berkualitas istimewa
Karena engkau adalah ayah
Pilihanmu bukanlah perkara sederhana
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar untuk puaskan nafsu semata
Engkau tentukan visi keluarga
Ke arah mana perahu akan mengembara
Dalam Al-quran tertulis firman-Nya
Bahwa tugasmu sebagai nahkoda
Menjaga diri dan keluarga dari panasnya api neraka
Karena engkau adalah ayah
Kebijakanmu adalah arah kemudi yang utama
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar mengalir begitu saja tanpa cita-cita
Engkau jadikan urusan agama
Sebagai perkara utama keluarga
Karena apapun yang diraih di dunia
Hanyalah bekal kehidupan sesungguhnya
Karena engkau adalah ayah
Kualitas agamamu adalah teladan keluarga
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar shalat 5 waktu saja
Doamu adalah senjata utama
Bahkan tertuang saat kau memilihkan nama
Bagi putra dan putrimu tercinta
Bahkan syariat pun berkata itulah hak anak atas ayahnya
Karena engkau adalah ayah
Nama yang kau pilih adalah doa
Maka tidaklah cukup jika engkau memilihnya
Sekedar terdengar indah saja
Engkau berikan anakmu pendidikan
Engkau ajarkan anakmu kebaikan
Engkau jaga anakmu dalam adab-adab islam
Engkau perintahkan anakmu melaksanakan kewajiban
Engkau hidupkan sunah rasul menjadi kebiasaan
Karena engkau tau mereka sebaik-baik simpanan
Dan ilmu darimu adalah sebaik-baik warisan
Karena engkau adalah ayah
Peranmu begitu besar dalam pengasuhan
Maka tidaklah cukup jika engkau menebusnya
Sekedar kelayakan memberi makan dan pakaian
Engkau tebus mereka yang tergadaikan
Dengan akikah setelah kelahiran
Engkau tunaikan kewajiban mengkhitan
Sebagaimana islam memberi tuntutan
Dan kelak mereka engkau antarkan
Menuju gerbang pernikahan
Kepada siapa yang engkau percaya
Melanjutkan estafet kepemimpinan
Karena engkau adalah ayah
Sepadat apapun tuntutan pekerjaan
Tunaikanlah seluruh kewajiban
Agar dirimu selamat di hari pertanggungjawaban

 Penulis: Kiki Barkiah
San Jose, 4 mei 2014
Dari seorang ibu yang begitu khawatir
Terhadap generasi yang terancam menjadi generasi tanpa ayah